Beragam budaya
Begitu mengagumkan
Keelokan alam
Oh sungguh mempesona
Indahnya negeriku
Kucinta
Aku terpana
Pesona Indonesia***
Sore ini, sebait soundtrack lagu untuk mempromosikan pesona Indonesia itu terus terngiang di telingaku. Seolah ada yang sengaja menyanyikannya untuk menemaniku di saat perjalanan pulang kerja. Di dalam bus yang membawaku menuju rumah, aku menghabiskan waktu untuk membuka-buka folder foto hasil perjalanan.
Banyak kenangan terekam dalam sebuah foto. Warna-warni budaya. Keelokan panorama yang menyejukkan mata. Ada senyum penduduk lokal yang ramah dan menyenangkan. Semua itu membuatku kembali sadar bahwa aku amat terberkati dengan lahir dan besar di Indonesia. Tak heran jika lagu tadi secara otomatis terlintas dalam benak, dan terngiang di telinga.
Lagu yang sekaligus membuatku ingin menuliskan cerita ini. Cerita ketika aku melangkahkan kaki ke sebuah pulau kecil di tengah Danau Toba. Kalian pasti tau namanya. Samosir.
Di sana lah untuk pertama kalinya aku menyentuh kain ulos yang tersohor itu. Ulos yang menjadi pakaian orang Batak, jauh sebelum mereka mengenal tekstil buatan pabrik atau tekstil buatan orang di luar suku Batak. Ulos yang menjadi cerminan budaya Batak yang otentik, warisan leluhur, kekayaan Indonesia.
Tau kah kamu? Ulos sendiri memiliki banyak sebutan jika dilihat dari siapa yang memakainya. Jika yang mengenakan ulos adalah lelaki, maka ia disebut ‘hande-hande’ untuk bagian atasan yang bentuknya seperti selendang. Sedangkan bagian bawahnya memakai ulos yang sedikit lebih lebar untuk dililitkan di pinggang dan disebut ‘singkot’. Sebagai pelengkap, lelaki akan memakai penutup kepala yang disebut ‘tali-tali’ atau ‘detar’.
Berbeda jika yang mengenakan kain ulos adalah perempuan. Setidaknya butuh tiga lembar kain ulos. Satu ulos lebar, dan dua ulos ukuran selendang. Ulos yang lebar akan dililitkan pada dada untuk menutupi tubuh sampai bagian kaki, disebut ‘haen’. Lalu dua ulos ukuran kecil akan disampirkan di kedua bahu sebagai selendang, biasa disebut ‘ampe-ampe’. Tetapi jika hanya memakai satu selendang dan dilingkarkan di punggung dan bahu, maka disebut ‘hoba-hoba’. Perempuan juga memakai penutup kepala yang disebut ‘saong’.
Selain itu, masih ada lagi sebutan lainnya jika digunakan oleh perempuan yang sedang menggendong anak. Kain yang dilingkarkan di punggung dan pundak disebut ‘hohop-hohop’. Dan kain ulos yang digunakan untuk menggendong disebut ‘purompa’.
Betapa selembar kain memiliki banyak sekali nama. Ini mengingatkanku pada guyonan yang banyak dibroadcast melalui Whatsapp, yaitu tentang kekayaan nama dari tanaman padi. Dalam bahasa Inggris hanya ada ‘rice’. Entah itu masih dalam bentuk tanaman di sawah, saat sudah dipanen, digiling, bahkan dimasak. Tetapi dalam bahasa Jawa ia punya banyak nama. Bisa pari, gabah, beras, sego, upo, dan masih banyak lagi istilah lain.
Kembali lagi pada ulos. Ketika di Tuk-tuk, sebuah kota kecil di Pulau Samosir, aku sempat masuk ke Museum Batak. Aku mencoba mengenakan kain ulos seperti cara berpakaian para raja Batak dan keluarga kerajaan jaman dulu. Untuk sebuah pengalaman berharga itu, aku hanya perlu merogoh kocek sebesar Rp20.000,- untuk donasi biaya perawatan ulos yang ada di sana.
Dan dari keberanian mencoba memakai ulos itulah kemudian aku mendapat banyak pengetahuan baru. Dari petugas museum, aku mendapat penjelasan bahwa ulos juga bisa menjadi simbol dan bahasa untuk mengungkapkan berbagai perasaan dan penghormatan.
Misalnya, ketika ada bayi terlahir, maka selembar kain ulos akan dihadiahkan untuk si bayi sebagai simbol selamat datang dan perasaan gembira. Namun ketika ada yang meninggal, kain ulos yang diberikan dan digunakan untuk menutup jenazahnya, adalah simbol kasih sayang, cinta, dan rasa kehilangan, juga sebagai penghormatan terakhir.
Tak heran, ketika aku dan teman-teman ingin memasuki komplek pemakanan raja yang ada di Tuk-tuk, petugas meminta kami mengenakan kain ulos terlebih dahulu. “Sebagai symbol penghormatan kepada raja” katanya.
Begitu banyak fungsi ulos dalam budaya Batak. Terutama dalam upacara-upaca adat. Yang paling sering kulihat adalah untuk menari. Namun ternyata, ada hal yang lebih menarik di balik tarian orang-orang Batak itu. Contohnya ketika pada upacara adat penyambutan tamu, atau calon anggota keluarga baru. Selembar kain ulos digantungkan di bahu sambil menari, kemudian di berikan kepada anggota keluarga yang lain yang ada dalam upaca itu secara silih berganti. Ritual tersebut melambangkan bahwa tamu tersebut diterima dengan baik dan penuh rasa persahabatan dan penghormatan.
Ah, ulos! Keunikanmu sempat mambuatku ingin membawamu pulang sebagai oleh-oleh. Namun aku harus mengakui bahwa kadang tak semua yang diinginkan harus didadapatkan. Yang bisa kubeli hanya kain tenun biasa. Tetapi sekarang aku menyadari, bahwa setidaknya aku pernah mencicipi menjadi ratu Batak. Di sana, di Museum Batak.
Pengalaman mengesankan itu juga membuatku ingin kembali mengunjungi daerah-daerah lain di Indonesia yang belum pernah kusambangi. Ingin kukenali adat dan budaya baru. Salah satu daerah yang membuatku terpesona dengan keunikan budayanya adalah Pontianak. Sebuah provinsi di mana budaya Melayu dan Tiong Hoa hidup berdampingan. Berharap, ada tiket pesawat yang bisa terjangkau dan bisa membawaku ke sana.
medan itu… aku suka pancake duriannya mbak.. haha
uenak banget….
Ulos, aku padamu. Batak, aku mau menghampirimu! Sharingnya, ntap banget! Thanks, btw.
Salam,
Syanu.
Ternyata kain ulos memiliki keunikan nama yang berbeda-beda sepert ini ya? nice share mbak
horas.. kapan ya ke museum batak? pengen banget
kain ulosnya bagus banget mba
I Love Batak. Batik-batiknya cantik-cantik kak #SukaDeh
Terimakasih kak reviewnya 🙂
bagus juga yah ulosnya, jadi pengen nih hhehe
keran… barang barang adatnya masih terjaga dengan baik
Ngerasa bangga dengan begitu berwarna budaya negeri kita..
ngeliatnya jadi kepikiran pengen kesana
Sepertinya menarik ya mbak tempatnya. Bisa melihat bahkan mencoba pakaian dari budaya Batak
Mba Noe bisa aja deh, jadi kepingin ke sana juga… :’D
dulu pernah dapet oleh oleh kaen ulos dari temen yang abis berlibur di medan, enak kaennya adem buat dipake selimut hehe.
coraknya juga bagus,
Pengen banget dah jalan-jalan keluar pulau,
bosen di pulau jawa melulu. hihihi
salah satu tempat yang pingin aku kunjungi juga tu… keren dah..!
bagus bagus banget ya Ulosnya!
Adis takdos
travel comedy blogger
http://www.whateverbackpacker.com
Ulos banyak macamnya juga ternyata, tapi banyak yang sudah punah. Sayang juga ya, padahal ulos salah satu ciri khas suku Batak. Tp mungkin tergerus jaman dan yg membuat juga sudah tidak ada penerusnya
Salam kenal mba Noe…kebetulan ceritaku juga tentang adat Batak. Semoga berhasil buat lombanya yaa..
Sayang nggak sempat kenalan di acara Sabtu kemarin.
aku kok malah jadi terpaku lihat foto berduamu.. so sweet banget deh.
Itu foto berduanya sweet bgt mak Noe 🙂
Tulisan menarik, terimakasih atas partisipasinya dalam lomba blog Airpaz!
Semoga menang dapat tiket pesawat gratis dari Airpaz ya 🙂
Yaa kirain museumnya ada di Jakarta (yakali macam taman mini gitu), ternyata di Samosir tho
Kekayaan budaya Indonesia memamg juara! bahkan kain/pakaian aja bisa beragam banget:)
jadi pengen ke sana nyobain kain Ulos..
Wah ternyata ada banyak nama utk ulos ya…. mahal sepertinya kain ulos ini ya…
Mesti tiga lembar kain ya buat perempuan, hmmm amazing beneran kalo mengenal kekayaan nusantara ya mbak, ngiri jalan-jalannya 🙂
Dan aku pun ngiriiii. Ngiri karena belum pernah pakai ulos 😀
Haha, beli sendiri aja ulos nyaa 😉
waaah..samosir aku pernah nginep di pulau itu mbak..serasa punya pulau sendiri, bangga deh aku jadi orang medan hehehe
Waah mba Tuty org Medan yaa.. baru tau aku 😉
Untuk satu daerah saja banyak istilah untuk satu kain ya, Mbak. Makin bersyukur tinggal di Indonesiaaaa! MERDEKA! 😆
Merdeka!
entah mengapa aku kalau jalan jalan kurang memperhatikan kain tradisional daerah setempat. *jewer padahal kain Indonesia beraneka ramagm dan warna.
Ngga cukup jewer, hahaha
Kain Ulos jadi salah satu kekayaan budaya Indonesia yang harus dilestarikan ya mba
Senang ya kalau bisa belajar budaya
Iyaa, belajar budaya sambil traveling itu seruuu
Akkkk…keren emang emak 3 cowo ini. Udah2 jalan2 keliling Indonesia. Traveller sejati….
Aiih, Mba Dwi nah bisa ajaaa. Aku blm kemana2 lah klo melihat lg betapa dunia ini bwesaaaarrr 😉
Waaahhh Museum Batak koleksinya keren-keren ya, walau suasanannya agak remang-reman 🙂
Beberapa waktu lalu, saya sempat ke Danau Toba untuk jalan-jalan. Sempat beli ulos sih, tapi yang heran, kenapa ulos di sini lebih mahal ketimbang di Pasar Senen ya? 🙂
Naah, mungkin beda kualitas dan keasliannya mba 😉
Foto pre wed muncul lg euy..masa2 galau tp bahagia hahahha….
Aeeh, jadi malu. Hahaha
Bagus-bagus kainnya. Pengen banget punya baju atau jilbab dari bahan kain ulos 😀
Menarik jugaa, coba bikin mba, sapa tau jadi trend loh
Aku baru tahu kalo ulos ada nama-namanya sendiri. Unik juga ya.
Iyaa, unik banget. Dan selain ulos masih bnyak lg kain unik asli Indonesia. Duh, makin cinta ya sama Indonesia 😉
Wah, baru tahu kalau ulos itu beda-beda fungsi, penamaan dan peruntukannya. Udah lama sekali aku ga ke danau Toba. Terakhir ke sana jaman SD, lebih dr 30tahun lalu *uppss
Waaa, suda lama kali la itu. Ayo ke danau toba lagi kita. 😉
Mba Noe, kamu bener2 traveller sejati deh. Sudah bikin berapa postings ?
Good luck ya, Dear.
Btw, kalo lihat Ulos ingat kain khas Makassar yg mirip2
Cumaaa tigaa, eh. Hihi. Dikau ngga ikut, mb Amma?
Ini postingan ketiga ya rasa-rasanya hihihi, aku sampe geleng-geleng mbathin “Mba ini uda ke mana aja ya?” sampe2 foto pake ulos bareng suami pun adaaa *hebaaat*
Ituu berkat prinsip “traveling lah selagi bisa” atau “traveling now or never” wkwkwk. Ayo ning, mbolaang
Aq baru tau ternyata ada nama2 tersendiri ya dari cara pakai ulos.
Hihi, iyaah mba. Unik ya
Cakep-cakep ya kain Ulosnya… Mahal?
Mahal karena nilai seni dan warisan budayanya itu lhoo. 😉
Waah aku blom pernah nih ke museum batak.
Ulos harganya kece ya mba?
Biasanya wastra tradisional asli yg dibuat secara manual mmg harganya lumayan yaa. Pasti krn selain nilai tradisinya jg cara pembuatannya ya takes time n butuh kesabaran yaa
Nah, betul mbaa. Prosesnya lama, rumit, takes time, dan yg bikin tak ternilai lagi adalah karena ulos merupakan warisan budaya yang patut dilestarikan yoo
Cantiiik ya Medan.. Dan aku pun pneggemar Ulos ????????????